My First Baby Journey

Alhamdulillah, Ahad 15 Mei 2022, Alayya Zidni Amira (Ayya) telah lahir di dunia. Welcome to wonderful world, my cutest baby girl!



Bukan sebuah perjalanan yang mudah bagi kami (khususnya saya dan suami)untuk menghadirkan Alayya Zidni Amira ke tengah-tengah keluarga kami. Berikut rangkumannya :

1. 10 Desember 2016 kami menikah

2. 6 bulan berikutnya, ketika pertanyaan "sudah isi belum" mulai berdatangan, kami memutuskan untuk coba cek ke dokter A di sekitaran Manggarai. Tujuannya untuk melihat kondisi saya. Jika misal ada yang perlu diperbaiki, maka kami akan menyiapkan diri untuk memperbaikinya. 2x ke dokter A (cowok), beliau mengatakan baik-baik aja. Dikasih obat penyubur 1x. Karena dibilang baik-baik aja, ya udah, kami shantay. Nggak lanjut lagi karena Ramadhan.

3. Akhir 2017 sekitar Okt atau Nov, kami coba ke dokter B (cewek). Ini pertama kalinya usg transvaginal (usg tv). Dokter B mengatakan telurnya kecil-kecil, ada indikasi pco (*googling aja ya apa itu pco). Tapi dokternya nggak ngeresepin apa-apa. Beliau hanya menyarankan untuk jalani dulu sampai 1 tahun pernikahan. Kalau 1 tahun belum hamil, nanti dicek lebih lanjut.

4. Pertengahan 2018 kami pindah rumah dan bertemu dokter C (cowok). Di sini dokter C menegaskan kondisi pco saya. Ini pertama kalinya cek saluran telur dengan metode SIS (googling sendiri ya!) dan hasilnya alhamdulillah kedua tuba paten. Sementara suami kondisinya perlu konsumsi suplemen. Karena dokternya kekinian banget, jadi beliau suggest untuk iui (intrauterine insemination). Berhubung belum siap dana, maka kami hold. 2 siklus deh ketemu dokter C ini.

5. Awal 2019 kami coba ke dokter D (cowok). Beliau juga menyimpulkan saya pco. Di sini juga cek saluran telur dengan metode HSG (googling lagi ya!) dan hasilnya sama, kedua tuba paten. Lalu beliau memberikan beberapa resep seperti pengatur menstruasi dan pembesar telur. Tapi karena kesibukan, ya udah 2 siklus aja ketemu dokternya hehe! Eh sebelumnya di RS ini juga coba ke dokter yang cewek, tapi kurang sreg, terlalu terburu, jadi cukup 1x ketemu beliau.

6. September 2020 mulai serius. Udah siap dana kalo misal mau iui. Kebetulan ada dokter baru, cewek, senior, dokter E. Kembali ditegaskan kalo pco. Dicek lagi salurannya dengan metode HSG. Siklus berikutnya dikasih pembesar telur. Eh telurnya pecahnya ambyar! Bledos sampe ngenain pembuluh darah dan berakhir opname 5 hari. Kemudian diminta istirahat 3 bulanan. Mau balik lagi ke dokternya Februari 2021, tapi tanggung mau vaksin Maret. Jadi pending sampai selesai vaksin. Akhir Maret suami malah kena covid-19. April shaum Ramadhan. Maka baru akhir Mei balik ke dokter E dengan membulatkan tekad mau coba iui. Pembesar telurnya pakai obat oral bukan suntik, karena telurnya kan responsif. Juni iui pertama, tapi akhir bulan haid, belum berhasil! Lanjut Juli coba sekali lagi. Hasilnya sama, gagal! Sebenarnya masih ada budgetnya untuk sekali lagi iui, tapi dokternya nggak mau. Beliau suggest untuk ivf (bayi tabung) saja. Yah duit kita belum serimbun pohon mangga nih! Jadi yah kami belum siap mental dan finansial untuk ivf. Jadi Agustus dijalani dengan shantay aja. Jalan-jalan ke BSD, makan steak yang hits, ke de breeze juga. Eh akhir September kok belum haid. Tapi record mengatakan di 2017 pernah telat 3 pekan dan testpacknya negatif. Maka nggak mau GR! Telat 2 pekan, coba ambil testpack. Eh garisnya 2. Sampe diputer-puter takut salah liat. Pas liat kemasannya, ternyata expirednya September 2021. Lah ini udah 5 Oktober 2021. Langsung wa apotek dekat rumah minta kirim 2 testpack dengan merek berbeda. Subuh 6 Oktober 2021 tampaklah itu garis dua.

7. 6 Oktober 2021 cek ke dokter D. Kenapa bukan ke dokter E? Karena pengen ke RS yang bisa BPJS dan pendaftarannya mulai jam 7 pagi. Sementara dokter E, RSnya non-BPJS dan pendaftarannya mulai jam 8-an dan nggak langsung direspon. Maksudnya mana yang cepet aja. Akhirnya siang ke dokter D. Di-usg atas. Tampak kantung janinnya saja. Diminta datang lagi 2 pekan ke depan dan diresepin vitamin. Tapi di buku catatan ditulis "BO?" Waduh! Kederlah kita. BO (blighted ovum) alias hamil kosong alias hanya ada kantungnya saja tanpa janin.

8. Sepanjang 2 pekan uring-uringan. Chat ke 2 dokter via halodoc. Untungnya keduanya pendapatnya sama. Suggest untuk usg tv karena lebih jelas ada atau tidaknya janinnya. Tapi sabar juga nunggu 2 pekan.

9. 21 Oktober 2021 balik ke dokter E aja yang lebih jelas tahu riwayat saya. Bismillah meski tanpa BPJS. Siap nabung aja kita shay! Alhamdulillah ketika dicek usg tv, tampak janinnya dan sudah terdengar denyut jantungnya.

10. Desember 2021 di usia 16 weeks Alhamdulillah sudah jelas jenis kelaminnya, cewek hehee. Just like what I want. Pengen aja punya anak cewek. Lutju bisa dipita2in. Yah secara ponakan cowok semua yes.

11. H-3 lebaran (akhir April 2022) harus opname karena 2 hari terakhir ngeflek. Pas dicek ternyata ada kontraksi. Dikasih suntikan pematang paru karena baru 35 weeks.

12. H-1 lebaran setengah maksa untuk pulang.

13. Kurang lebih seminggu setelah lebaran, mau kontrol ke dr.E sebenernya, tapi dese lagi cutay. Jd deh coba ke Klinik deket rumah yang katanya ada dokter spog-nya. Taraaaa! Siapa coba ternyata dokternya? Yak! Dokter D. Balik maning nang laptop yak! Seperti yang disampaikan dr.E, dr.D jg menyampaikan kalo posisi si bocil sungsang dg kondisi jumlah air ketuban sedikit under normal.

14. Kamis 12 Mei 2022 kontrol lagi ke dr.E. Beliau nyuruh untuk EKG (eh bnr kagak tulisannya?) pokoknya yang ngecek denyut jantung bayi dan kontraksi. Kalo ga ada kontraksi, bisa milih tanggal, tapi harus pekan ini. Kalo ada kontraksi y langsung belek hari itu juga. Alhamdulillah aman dan bisa milih tanggal. Cus 15-05 kan mirip sama Mamanya 29-09 hahaa..

15. Sabtu 14 Mei 2022 jam 9 malem berangkat ke RS, mampir mcd beli burger hahaa..

16. Minggu 15 Mei 2022 jam 6.30 lahir deh baby Ayya cantik pintar sholihah-nya Mama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SPANDA 2000-2003

Kepadamu yang Allah Titipkan Untukku

Perjalanan Mengasihi